Jumat, 18 Februari 2011

Tangisan sang prabu


Pagi itu 27 mei 2009 seperti biasa kami bangun jam 5 pagi, seperti pagi sebelumnya akulah yang bangun lebih dulu untuk ambil air wudlu. Bersama suamiku kami berjamaah shalat subuh. Setelah salam mas eri mengambil alquran menyelesaikan rutinitas harian membaca 1 lembar kitab suci bolak balik.

Beda dengan ak, yang ak akui sedikit pemalas. Udah 2 hari ini ak ga turut mengaji. Kepalaku agak pusing, muntah muntah dan perut berasa ga nyaman banget. Sambil tiduran mendengarkan suamiku mengaji. Terbesit dipikiranku kapan ya anak dalam kadunganku ini lahir. Usianya memang belum genap 40 minggu, tepatnya baru 38 minggu 4 hari. Sedang teman dekatku baru kemarin pagi melahirkan anak pertamanya, dan usia kandungan kami Cuma beda beberapa hari saja. Kalau temenku memang udah lebih dari 2 minggu yang lalu sudah menunjukan beberapa tanda2 seperti keluarnya flek, sebagai tanda sudah dimulainya pembukaan. Sedang aku sampe sekarang blm juga keluar flek, Cuma lendir bening, yang keluar bersamaan dengan aku muntah. Dan kata dokter itu tidak menunjukan apapun. Ada rasa lelah yang aku rasakan dan ingin rasanya menyelesaikan kehamilan ini.

Selesai mengaji sumaiku mengajakku jalan-jalan keliling kampus IT Telkom 1 putaran, rutininitas yang sudah kami lakukan sejak ak cuti 10 hari lalu. Obrolan ringan selalu kami lakukan, sambil mendengarkan music klasik dari hapeku dan kumasukan tanganku di jaket suamiku sekedar menghangatkan di tengah diginnya udara pagi bandung. Sesampainya di kontrakan, entah kenapa lelah sekali. Aku tidur tiduran sebentar sebelum ku siapkan sarapan buat asuamiku.

Sampai mas eri selesei mandi, aku masih terbaring.ternyata untuk menyiapkan sarapan saja ternyata aku ga kuat. Ku minta suamiku menyiapkan sendiri sarapannya. Sebelum berangkat kerja, aku mengeluhkan rasa cape yang terasa lebih hari ini dan ingin rasanya menyegerakan kelahiran anak ini. Dengan sabarnya mas eri menenangkanku dan mencium perutku lebih lama dibanding biasanya.

Ga tau kenapa melihat momen pagi ini, terlintas rasa sesal terhadap apa yang aku rasakan pagi ini. Tak terasa air mataku mengalir, mengantarkanku terlelap hingga pukul 2 siang.
Selesai sholat ashar, reflex aku berdoa sembari menangis meminta maaf atas rasa tidak sabar ini dan memasrahkan semuanya pada sang khalik. Bahwa apapun yang terjadi nanti ketika proses persalinan, normal, cesar atau apapun, itu pasti yang terbaik yang allah swt pilihkan buat kami.
Jam 5 sore, aku bergegas mengajak adiku franki jalan2 sore mengelilingi kampus sekali putaran. Setegah jam kemudian kami sudah jalan pulang kembali menuju kontrakan. Ada yang aneh dengan perutku. 2 kali kurasakan tekanan kuat di perut bagian bawah (di bawah puser), .tekananya kuat menekan ke bawah.
Sesampainya di rumah, aku berbaring sebentar, tekanan itu datang kembali berulang beberapa kali. Aku bergegas mandi karena sebentar lagi adzan magrib berkumandang..

Selesai sholat, aku tiduran sambil mempraktekkan relaksasi yang baru semingguan ini aku pelajari. Tiap tekanan itu datang, ku hirup napas panjang dan memang mengurangi rasa sakit. Membuat badan lebih relax dan tenang.

Jam setengah 8 malem suamiku pulang, sebenernya dia juga sedang tidak enak badan. Selesai makan malem 1 butir decolgenpun dia tenggak. tepat jam 8 malem, kami sudah bersiap untuk tidur. Lampu kamar dan TV sudah kami matikan. Sebelum terlelap, aku sempat mengungkapkan tekanan yang aku rasakan. ternyata setelah dihitung sudah berulang tiap 5 menit sekali. Aku minta suamiku sms ke SPog kami dokter tina.

“Bu, istri saya (umu) mengalami tekanan di perut bagian bawah sampai ke vagina tiap 5 menit sekali. Kalo dipegang pusenya keras (sekeras dagu). Tapi sampai sekarang belum keluar flek. Gimana bu? Mohon saran”

Dokter tina pun langsung me reply

“itu sebentar lagi mau lahiran, secepatnya ke RS”

Mendapat sms itu, kamipun bersiap2 untuk ke RS.padahal pulsa suamiku tinggal 1000 rupiah. Bergegas diapun menelpon taxi blue bird dengan hp adiku. Aku masih sempat ganti baju, karena selang interval tiap kontraksi tidak membuatku sakit sama sekali. 2 adiku, franki dan ndank yang tinggal dengan kami sempat panik melihatku kesakitan pada saat kontraksi itu datang. Karena semakin lama ternyata tekanannya bertambah kuat.dan tidak bisa dihilangkan dengan hanya menarik napas panjang. Meskipun memang mengurangi rasa sakit.

Taxi sudah datang di depan gang kontrakan kami,  suamiku memapahku berjalan menuju taxi di depan gang kontrakan kami.

Perjalanan ke RS, memakan waktu 30 mnit, sepanjang perjalanan kontraksi terus terjadi.mas eri Cuma diam memegang tanganku. Dia tau benar, ak ga suka di cerewetin kalo lg sakit, dengan sentuhan tangannya itu lebih bisa meringankan rasa sakit ini. Yang terlihat panic malah supir taxi kami. berkali-kali dia bilang “ sabar ya neng , bentar lg nyampe ko”. Dalam hati bilang, bapak ini kayak aku mau melahirkan sekarang aja, orang pembukaan aja belum ko. Kalopun tekanan ini adalah awal pembukaan paling cepet besok pagi.karena ini kan anak pertama, cowok lagi biasanya lebih susah kata orang.

Sesampainya di RS seorang perawat mendorongku memakai kursi pasien, menuju ruang observasi lt.2, “deg-deg an ya bu” kata suster itu, sambil tersenyum ak menanggapinya. Jujur sedikitpun enggak, karena ak yakin proses persalinan masih lama.” Ini anak pertama bu?”, “iya”, jawabku. “Oh tenang aja bu?, biasanya prosesnya agak lama baru besok pagi persalinannya, ntar ibu makan dulu aja biar buat tenaga.”.ak hanya mengangguk dan terlintas di benakku tadi sore ak baru aja muntahin semua isi perut..

Alat CTG langsung dipasang dipasang di perutku. Seperti yang ak baca fungsinya untuk mengetahui tingkat kesejahteraan bayi. Yang bisa diketahui dari denyut jantung dan gerakan bayi. Dan selama proses kontraksi bayi harus tetap bergerak dan asupan oksigen ke bayi harus tetap ada. Ak banyakin berdzikir dan istigfar, dan tiap kontraksi itu datang, kutarik napas panjang..Proses CTG belum juga selesei, seorang bidan memeriksa jalan lahir bayi ku, dan bilang “ masih bukaan 6 bu, sabar ya, jangan ngeden dulu.biar robekannya ga terlalu lebar.

Antara kesakitan dan kaget, aku pun terus-terusan menarik napas panjang.dan tangan suamiku tidak pernah lepas memegang tangan kiriku sambil membantuku mengatur napas.Dia terlihat tenang berada dalam kondisi segenting ini. Itu satu hal yang jujur ak kagumi, dia tidak ikut panic, tidak banyak bicara dan apapun yang dia lakukan selalu adalah hal yang paling ak butuhkan.

Kontraksi semakin kuat, sempet ak bilang, “suster ak ga tahan”,..dengan nada keras bidan santi bilang, ibu ga boleh bilang gitu. Ak langsung diam, dan terpikir oleh ku,..oh iya,..di kondisi seperti ini, harusnya afirmasi positif lah yang ada di benakku. Ak harus bisa dan ak pasti bisa. Tania temenku aja bisa ngelewatin ini. Aku pun juga.ak berkata dalam hati.

Kontraksi semakin bertambah kuat, keinginan untuk mengejan benar2 sudah tidak bisa ditahan lagi, bu sabar ya,..masih bukaan delapan. Tetep tarik napas ya,..kasian dedenya butuh asupan oksigen.
Tak berapa lama dokter tina pun datang, lengkap dengan kostum operasi warna pink.” Dokter saya udah boleh ngeden belum? Tanyaku, iya sekarang udah boleh.”sahut dokter tina. Di ruangan itu ada dokter tina, suamiku, bidan santi dan seorang bidan lagi, ak ga tau namanya. Yang jelas dia juga guru senam hamilku.

Dengan tangan terus berpegang pada suamiku, aku berusaha sekuat tenaga mempraktekkan teknik mengejan yang sempet ak pelajari pas senam hamil. Dengan lantangnya dokter tina menegur. Kurang panjang bu ngedennya min 30 detik dan ga boleh mengeluarkan suara. Lalu ku ulang dengan ngeden yang lebih panjang. Bagus bu” kata dokter tina, ulangi kaya tadi, ini udah mulai terlihat. Lalu ku coba ulangi lagi. “ sakit”, iya memang tapi jujur masih dalam batas yang ak bisa tahan. Lalu bidan santi mendekati perutku, kedua tangannya menempel di perutku.punten ya bu, bilangnya. Dia membantu mendorong keluar bayi yang ada dalam kandunganku, sekali tetapi kuat dan benar2 membantu. Berbarengan ngeden ku yang terakhir. I 2 3, ….oe…oe….oe.alkhamdulilah prabu langsung menangis segera setelah ak lahirkan.

Senyum lebar terlihat jelas di wajah suamiku. Ak terdiam seketika, hampir tidakku percaya, ak telah melawati proses persalinan ini. Mas eri melepaskan genggaman tanganku, lalu dia mengadzani telinga kanan dan iqomah di telinga kiri bayi kami.

Proses jahitan peririum agak lama, karena kulitku rapuh dan gampang banget berdarah.sekitar pukul 12 malam, semua proses selesei. Ak masih di ruang itu untuk dilakukan observasi selama 2 jam. Jika kondisi semuanya OK, baru dipindahkan ke ruang perawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar